Oleh: Thoriq Tri
Prabowo/10140021/IPI/IDKS (A)
Pada mingggu kali ini
penulis benar-benar nyaris kehabisan ide garing (bukan berarti beliau telah menjadi
normal) tetapi memang rasa-rasanya kegaringan
di duina ini cukup terbatas layaknya bahan bakar minyak atau bahan bakar
jelantah (termasuk jenis minyak). Terlepas dari sikap manusiawi penulis yang
memang mempunyai kapasitas berpikir yang terbatas juga, melainkan memang
deadline tugas yang semakin buas dan waktu yang semakin angkuh membuat semuanya
hampir tidak mendapat predikat baik. Untuk
mengakhiri paragraf pertama ini pun penulis masih kebingungan dan mencari
kata-kata yang tepat untuk disusun menjadi sebuah kalimat penutup paragraf
pertama yang serasi dengan kalimat-kalimat aneh sebelumnya. Dan penulis rasa
kalimat itu sudah lumayan tepat, tanpa basa dan tanpa basi langsung saja
transmigrasi ke paragraf selanjutnya. Jika ini adalah paragraf pertama, maka
paragraf selanjutnya adalah paragraf kedua, bukan ketiga atau ke tujuh belas.
Tidak jauh beda dengan
paragraf pertama, ternyata di paragraf kedua penulis masih merasa kebingungan
menentukan tema apa yang akan diangkat minggu ini. Sebenarnya jika ditelusur
lebih jauh kebingungan penulis adalah tak beralasan, mengingat tema inti dari
tulisan beberapa minggu silam adalah kegaringan. Dan ini pun tidak perlu
ditanyakan lagi berapa kadar kegaringannya (terdengar bunyi “kriuk…”). Lalu mengapa
kebingungan itu terus dibahas lagi pada kalimat ini? mungkin itu adalah
strategi penulis untuk mengulur-ulur tema yang sengaja dibuat tidak jelas dan
agar para pembaca terkecoh dengannya sambil membayangkan dengan menggaruk-garuk
kepala (“Ki wong ngomong opo yo?”). Para pembaca yang budiman, ternyata membuat
pertanyaan dan menjawabnya sendiri adalah hal yang konyol sekali, dan penulis
baru saja melakukannya. Ternyata paragraf kedua masih belum bisa menyelesaikabn
masalah, dan penulis bermaksud melanjutkannya ke paragraf selanjutnya. Namun konflik
batin terjadi, apakah paragraf berikutnya akan menyelesaikan masalah? (tanpa
pikir panjang, penulis meng-klik ENTER)
Belum sempat
membubuhkan tanda baca titik (.) setelah kata terakhir di paragraf sebelumnya,
penulis mencoba menerangkan sesuatu yang sebelumnya masih samar-samar
kegelapan. Dan semuanya terjadi begitu saja di paragraf ganjil ini, tanpa
direncana sebelumnya. Tidak peduli dengan semuanya, penulis kembali melanjutkan
perjalanan berpikirnya. Sesampainya di tengah jalan ternyata hujan lebat, dan
ketika itu juga diputuskan untuk berteduh dan nyaman sekali sehingga enggan
untuk beranjak dari tempat berteduh tersebut. Sekitar 15 (lima belas) menit
hujan reda, dan niatan perjalanan seakan muncul kembali. Tanpa basa-basi
perjalanan itu dilanjutkan dan tiba-tiba ia menghadapi jalan buntu. Singkat cerita
penulis sempat tertidur untuk beberapa menit, saat beliau bangun ternyata 2
halaman di lembar kerja Ms. Wordnya belum penuh dan ia harus menerima
kenyataan. Ternyata sama saja paragraf ini masih bercerita tentang kebingungan
yang berkelanjutan (garing part II).
Sempat berpikir untuk
meengakhiri semuanya disini, tetapi Ia masih terus mencoba menulis tanpa
memperhatikan titik dan koma (bukan nama orang). Penulis mencurigai sesuatu
mengapa konsentrasi menjadi sedikit berkurang, kaki bergetar saat berdiri, dan hidung
terasa sedikit tersiksa mencium bau mulut yang sudah sekian jam tertutup
menelan ludah. Apakah karena belum makan? Namun pertanyaan itu langsung
terbantah, ternyata penulis sedikit lupa jika ia baru saja makan beberapa
potong tempe goreng dan beberapa makanan ringan merk lokal denag tak lupa satu
gelas softdrink beserta jamu tradisional beras kencur di salah satu acara
penjengukan sesi perjamuan oleh partner kuliahnya yang sedang sakit (semoga
lekas sembuh). Wacana semakin tidak jelas, karena terlanjur menulis judul “Frustasi”
maka penulis berencana menuliskan akhiran yang sedikit nyambung, dan kata itu
tidak lain adalah Frustasi.
No comments:
Post a Comment