Sunday 18 November 2012

Ikut Lomba Write Up Comedy

Akhir-akhir ini saya sedang disibukkan menulis. Menulis naskah untuk diikutkan lomba @WriteUpComedy yang jurinya adalah orang-orang yang kompeten di dunia tulis-menulis, diantaranya Arief Muhammad alias @poconggg, Om Kuhn, dan juri kompeten lainnya. Dibawah ini adalah logo lombanya, jangan lupa follow twitternya ya! Kisahnya silakan baca di bawah ini. Jika ada kesamaan nama, tempat, waktu dan kejadian cerita hanya fiksi belaka kok. selamat membaca!


Realistis Romantis

Nama saya Thoriq Tri Prabowo, saya berasal dari sebuah kota kecil di Jawa Tengah, yaitu kota Temanggung, dan saya bukan teroris. Ini kisah nyata yang saya alami di beberapa tahun terakhir ini. Saya seorang mahasiswa semester lima di sebuah perguruan tinggi negeri kota Yogyakarta, saya tinggal di sebuah rumah kos sederhana, meskipun begitu ibu kos saya ramah dan baik sekali. Ia berumur sekitar 40 tahunan, tingginya sedang, dengan kulit sawo mentah, dan berambut gondrong. Mungkin untuk pembukaan sudah sangat menyerupai cerita seks yang sering kalian baca.
Saya adalah remaja 19 tahun yang normal, sehat, tidak ompong, tanduk dan ekor pun bagus. Menjadi seorang playboy adalah impian saya dari zaman petruk masih merangkak. Ketampanan saya juga lumayan, lumayan di pojok bawah garis standar. Namun begitu susahnya memang melepaskan gelar jomblo cumlaude.

Semua berubah ketika perkenalan dengan sang gadis itu bermula. Berbicara tentang kisah cinta saya, tidak bisa dipisahkan dengan kisah perjalanan karir pendidikan, dan kehidupan baru saya di kota Jogja. Saya akan sedikit flash back yang artinya adalah (lampu belakang).
Lanjut saja, saya mengambil jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Dan saya prediksikan kalian para pembaca baru kali ini mengetahui ada jurusan semacam itu, memang kedengarannya aneh, tetapi itu tidak sepenuhnya salah. Cerita ini berawal sekitar tahun 2010-an awal, kapan itu terjadi? Yaitu pukul 00:00 tanggal 1 Januari 2010 bego!!!.
Daftar Kuliah
Pendaftaran mahasiswa baru sudah mulai dibuka, baik universitas negeri maupun universitas swasta. Saya sangat berminat untuk mendaftar di universitas negeri karena biaya pendidikannya yang relatif lebih murah ketimbang universitas swasta. Kala itu banyak yang menyarankan saya untuk mengambil jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, mereka berasumsi bahwa di masa yang akan datang menjadi guru bahasa inggris adalah profesi yang cukup bonafide selain itu, lulusan jurusan pendidikan bahasa inggris juga mempunyai potensi untuk menjalankan bisnis di dunia pendidikan. Bisnis yang cukup menjanjikan, bukan bisnis jual beli murid, melainkan bisnis lembaga bimbingan belajar.
Karena waktu itu saya labil, saya benar-benar terobsesi. Saya begitu ingin menjadi guru bahasa inggris. Saya begitu bersemangat, tidak ada satu pun yang bisa menghalangi niat saya. Saya menggebu-gebu, dan saya loncat-loncat sembari menggoyang-goyangkan ekor saya.
Singkat cerita saya mendaftar jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan untuk lebih mempersingkat cerita, saya tidak diterima. Dan saya frustasi. <minum bodrex sekalian bungkusnya>.
Kegelisahan saya bertambah ketika mengetahui bahwa pendaftaran universitas negeri sudah hampir tutup. Tetapi masih ada harapan, di Kota Yogyakarta masih ada universitas negeri yang belum menutup masa pendaftarannya, bahkan masih membuka lebar. Dan saya suka sesuatu yang sifatnya terbuka, terlebih lagi lebar, eh. Cerita berlanjut ketika saya tercengang melihat nama-nama jurusan yang berbau keislaman, saya lupa baunya. Ya, wajar saja ternyata saya mendaftar di UIN (Universitas Islam Negeri). Karena saya merasa kurang memiliki kompetensi keagamaan, saya memutuskan mengambil jurusan yang sedikit umum saja, bukan toilet atau tempat ngupil umum. Dengan jari gemetar saya memegang bolpoin ketika saya diminta mengisi blangko pendaftaran, saat saya akan mengisikan pilihan saya bingung tidak ada kertas yang harus saya isi. Ternyata pengisian belangko dilakukan menggunakan komputer, lalu bolpoin saya patah-patah. Dan saya menyesal, itu bolpoin satu-satunya yang saya miliki hingga kini.
Sambil meratapi kepergian bolpoin, saya mengerjakan beberapa butir soal yang mirip dengan telur. Soal tes ujian masuk perguruan tinggi yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Ini dia salah satu contoh soalnya: “Siapakah yang membersihkan parit di Ka’bah?” silakan bagi yang hendak masuk perguruan tinggi islam, kalian perlu belajar sejarah yang cukup kompleks, dimungkinkan pertanyaan semacam itu muncul lagi. Satu persatu soal saya kerjakan, saya mulai menghayati dan menjiwai soalnya, dan lima menit kemudian saya tidur.
Terbangun dari tidur panjang, saya mlongo di papan pengumuman tertera nama saya yang menyatakan saya telah di terima di jurusan yang baru saya kenal beberapa menit yang lalu tersebut. Sedikit tidak percaya, bingung untuk berekspresi, harus senang atau justru bersedih. Lalu saya putuskan untuk mengelap iler saya yang sudah mulai mengering.
Mulai mengatur pernafasan, hirup keluarkan, hirup keluarkan, hirup kentut kentut kentut, karena terlalu menghirup udara saya menjadi kembung dan terkentut-kentut. Masih tercengang dengan berita yang benar-benar tidak pernah terbesit di hati saya memberanikan diri untuk memberi tahu orang tua saya via twitter. Ternyata bapak saya tidak mempunyai akun twitter, lalu saya memutuskan untuk mengirim SMS.
<SMS>
“Pak, saya diterima di jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi, UIN Jogja”
“Ha? Ciyus? Mialloh?”
“Iya Pak, maafkan anakmu ini pak…”
“Ha? Ini siapa sih? Kalo mau pesen galon, SMS-in alamatnya! Jangan curhat woy!”
“-____________-“
Ternyata saya salah kirim. Saya membuka di recently used bukan di phone book. Dan parahnya lagi itu adalah tukang antar galon. Dan akhirnya saya memesan galon untuk keramas.
Waktu telah berlalu, upil demi upil yang sudah saya korek dari hidung, akhirnya orang tua saya mengetahui jika saya telah diterima di jurusan tersebut. Untuk memberi semangat mereka tidak memprotes atau menanyai saya tentang jurusan tersebut. Mereka terus memberi motivasi agar saya tidak bunuh diri. Dan itu berhasil.
Di sisi lain saya harus menikmati keterlanjuran saya, karena uang SPP sudah terlanjur nyemplung maka saya yang dari golongan berada, berada di garis kemiskinan maksudnya. Mau tidak mau harus tetap kuliah di jurusan tersebut. Sebenarnya jika ditinjau dari segi materi, ongkos kuliah saya cukup murah bila dibandingkan dengan harga shampoo. Tetapi kaum mainstream Indonesia sudah menganggap remeh perguruan tinggi yang ada embel-embel religinya, dan itu yang membuat saya kurang percaya diri. Namun karena saya merasa membawa misi orang tua saya untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, saya merasa memikul tanggung  jawab besar. Dan saya nangis air ingus di sepanjang perjalanan ke jogja.
<saya masih jomblo>
Daftar Kos
Masalah kembali datang ketika saya belum menemukan tempat kos. Saya mulai mencari di sekitar kampus saya, dan harganya relatif sama dengan harga diri saya, mahal. Merasa tidak mempunyai ongkos yang cukup, saya sedikit menjauh dari kampus dan ketemu di kota Solo. Karena merasa tidak lazim, kejauhan, dan terlalu mengada-ada saya membatalkan niat saya untuk kos di rumah Jokowi, dan saya melanjutkan pencarian tempat kos lagi di sekitar kampus, meski tidak begitu dekat.
Saya menemukan sebuah benda yang bersinar terang di sebuah kanan jalan. Kalian tahu itu apa? Ya, kalian benar lampu zein kendaraan yang hendak menyeberang. Saya amati, ternyata motor tersebut membawa pandangan mata saya kepada jemuran celana dalam yang di sampingnya ada tulisan “menerima kos putra, dan masih kosong” dan tanpa basa-basi saya langsung menghampirinya.
Meski lokasi kos tepat di samping selokan, saya merasa tidak risih karena airnya yang cukup jernih seperti minyak kayu putih cap kampak. Terlihat disana, di depan rumah ada seorang ibu paruh baya, mengenakan daster yang menutupi seluruh badan dan lekuk tubuhnya, ia duduk jongkok dengan tatapan kosong penuh arti. Saya memberanikan diri untuk bertanya.
“Permisi, saya mau nyari tempat kos bulanan. Disini masih ada yang kosong buk?”
Sang ibu tetap diam, dan wajahnya mulai menunjukkan ada sedikit perubahan, terlihat sekali seperti tekanan batin yang begitu kuat, kerutan di dahinya pun bertambah. Saya mulai khawatir akan terjadi sesuatu, hingga akhirnya terdengar suara seakan ada yang terjatuh di air selokan tersebut.
“plung…” <benda berwarna kuning kecoklatan, tekstur lunak dan menyerupai sosis>
Kampret! Ternyata ibu-ibu tersebut sedang menunaikan  buang air besar, dan saya terlambat menyadarinya. Meskipun saya bisa mendeskripsikan benda apa yang jatuh tadi, bukan berarti saya melihatnya. Dan satu lagi fakta yang baru saya sadari. Ternyata ibu-ibu tersebut mengalami gangguan jiwa. Saya mengetahui ketika ada seorang ibu berumur sekitar 40-an tahun menghampiri dan memberitahu saya. Sambil muntah-muntah saya berusaha melupakan kejadian tadi dan mencoba merundingkan kamar kos saya, dan pada akhirnya saya diterima di tempat kos tersebut.
Karena trauma terhadap tragedi ibu-ibu buang hajat tadi, setiap saya melihat ibu-ibu yang ada di sekitar selokan saya selalu mendorongnya hingga terhanyut dan klabakan tenggelam di selokan yang berkedalaman 30cm tersebut. Dan belakangan ini ibu kos saya yang kelupaan saya dorong.
<saya masih jomblo>
Masa Kuliah
Semester pertama adalah semester pengenalan, mulai dari mengenal teman-teman baru, mengenal sistem perkuliahan. Sebelum kuliah efektif, biasanya mahasiswa baru (maba) diwajibkan mengikuti kegiatan OSPEK dan sosialisasi pembelajaran. Mirip dengan MOS di SMP atau SMA. Kita akan menjumpai pemandangan: beberapa kakak senior yang sedang memanfaatkan situasi tersebut untuk mencari pacar baru, beberapa maba yang sok aktif dengan sering mengacungkan tangan, dan pemandangan wajah-wajah penurut dari maba. Ya, memang seperti itu keadaan OSPEK di kampus-kampus kita.
Wajarnya memang banyak cewek-cewek maba yang mengidolakan senior mereka yang notabenya belum mereka kenal sama sekali. Dan saya biasa saja menjadi laki-laki yang memang jarang diidolakan, meski selalu mengidolakan. Malangnya. Ya, seperti di masa-masa hampa asmara yang lalu saya selalu memulai karir pendidikan saya dengan cukup gemilang. IP di semester pertama saya tidak begitu mengecewakan yaitu 3,44. Sebenarnya jumlah yang cukup logis untuk seorang maba krisis asmara seperti saya, namun IP tersebut saya banggakan untuk memberikan sedikit citra baik pada diri saya yang sedari tadi selalu apes.
Sempat membayangkan di kamar mandi kos, seandainya saya seganteng ariel mungkin menjadi playboy bukan impian lagi. Tidak perlu seperti sekarang ini harus promosi kesana kemari hanya untuk mendapatkan sesuap asmara. Saya harus memajang iklan di Koran rubrik jual beli barang bekas, sekedar pemberitahuan jika saya masih jomblo dan harap ada yang memungut, dan saya lakukan rutin tiap seminggu sekali, itu pun hasilnya nihil.
<saya masih jomblo>
Realistis Romantis
Yah, saya menamakan kisah cinta saya realistis romantis hal itu bukan tanpa alasan. Realistis adalah sifat dasar saya yang selalu menganggap bahwa saya pasti bisa mendapatkan kekasih seperti Selena Gomez. Sedangkan romantis adalah sifat dasar saya juga yang masih terpendam dalam di pekarangan rumah saya. Dan keromantisan saya akan segera muncul ketika saya menemukan kekasih.
Ternyata diam-diam ada sesosok gadis yang memperhatikan saya tanpa saya menyadarinya. Pandangan pertama ia memberi senyum, sebenarnya lebih mirip tertawa yang sedikit ditahan. Lama-kelamaan ia mulai menunjukkan seakan ia ilfeel melihatku. Firasatku mulai tidak enak, dan kampret banget ternyata ngupil saya tadi di kamar mandi belum kelar, masih ada upil yang nyangkut di lubang hidung. Meski hanya sebesar jambu Bangkok, ini membuat gadis tersebut mendadak muntah indomie satu mangkuk penuh.
Dengan bijaksana saya berpaling muka dan mencoba mengeluarkan upil nyangkut tersebut. Kurang lebih satu jam saya berhasil mengeluarkannya. Dengan tangan yang belum saya cuci lagi pake tanah setelah saya gunakan untuk mengupil, saya mencoba berkenalan dengan sang gadis. Ternyata raut wajahnya menunjukkan tidak ada unsur penolakan, sesuai kebiasaan saya jika melihat cewek yang lumayan cantik pasti mencret.
Setelah mencretan saya bersihkan saya kembali menjabat tangannya yang sedari tadi masih menunggu untuk dijabat, menunggu saya cebok. Kami berkenalan, dan namanya adalah Nana. Seorang gadis berkacamata, berkaca spion dan berkaca lemari. Kami saling bertukar nomor HP, dan itu rasanya seperti dikejar hiu bajak laut yang sedang minum kopi goodday. <eh salah ya>
Saya selalu mengirim SMS setiap malam, terutama malam jumat. SMS demi SMS yang saya kirim tidak pernah diberikan tanggapan, malang sekali nasib saya. Saya coba mencari tahu, dan mengevaluasi diri, apa sebenarnya yang membuat SMS saya tidak pernah ditanggapi. Setelah saya periksa ulang, ternyata saya hanya mengirim SMS kosong.
Ternyata itu adalah salah satau pertanda kurang baik. Dari beribu SMS yang saya kirim saya mendapatkan satu balasan singkat yang cukup menggetarkan jiwa, karena memang HP saya taruh di celana dalam dalam saat SMS masuk, dan bergetar. Benar-benar saya masih ingat, hingga kini masih terbayang-bayang SMS-nya. Beberapa kombinasi kata itu adalah:
“maaf ya aku nggak punya pulsa”
CETARRRRRRRRR!!! <suara petir menyambar>
Seraya saya bersholawat, dan mulai merogoh HP yang sudah terselip di selangkangan. Saya berniat menelfonnya. Meski sedikit gugup saya mencoba memberanikan diri. Lagi-lagi saya mulai mengatur nafas, hembuskan, mengatur nafas buka tutup katup anus, dan kentut.
Saya menelfonnya dengan basa-basi menanyakan tugas.
“Nana, apa kabar? Tugasnya pak nurdin yang suruh njilatin buku itu kamu bisa nggak?”
“nana? Pak nurdin? Kalo mau beli galon, SMS-in alamatnya, jangan nanya tugas woy!”
Kampret!, ternyata saya sala menelfon tukang galon lagi. Dan pada permin kedua saya berhasil menelfon Nana. Dan yang lebih mengejutkan, ia sedang berada dalam kondisi darurat, yaitu ia terpaksa harus mengungsi karena bencana merapi, rumahnya di sekitar Sleman. Seperti ada kemistri ia mengatakan bahwa dari beberapa SMS dan telfon yang masuk, hany SMS dan telfonku yang sampai, yang lain pending. Asumsi awal saya adalah, mungkin teman-teman yang lain yang SMS salah kirim ke tukang galon. Tetapi ternyata memang sabda alam yang membuat SMS mereka pending, dan SMS-ku terkirim.
Entah mengapa saya selalu tidak bisa mendeskripsikan bagaimana perasaan saya untuk nana. Apa inikah yang namanya…kebelet eek?.
SMS demi SMS yang saya kirim, kami mulai menemukan semacam kecocokan. Kami saling bertukar apa yang kami punya. Bertukar cerita, pendapat, dan kadang bertukar kaos kaki. Kami pun semakin dekat, SMS dan komunikasi tidak bisa dihentikan, rem blong. Hingga kami diberikan satu kesempatan hebat oleh Tuhan, yaitu cinta. Bagi saya ia adalah mutilasi motivasi, tujuan, dan harapan saya.
Tidak pernah menyangka sebelumnya, cita-cita menjadi guru bahasa inggris harus saya lupakan. Dan saya harus mulai menatap masa depan saya secara realistis, ya saya yakin, saya akan menjadi sukses dengan imu yang saya miliki, termasuk ilmu perpustakaan dan ilmu ngupil. Semenjak hadirnya nana di kehidupan saya. Saya juga harus merelakan kepergian ambisi kedua saya untuk menjadi playboy sukses so romantic, cita-cita itu telah lama mati <padahal masih berharap>.
Hidup itu dinamis, tidak pernah mau diam. Ia akan terus membuat manufer-manufer yang memaksa kita untuk mengambil suatu pilihan. Teruntuk karir pendidikan dan kisah cinta saya, saya memilih meyikapinya dengan Realistis Romantis. Nikmati keterlanjuran, dan cintai dia. <saya punya pacar>
Tentang penulis:
Thoriq TriPrabowo seorang Mahasiswa semester 5 Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Inforasi, Fakultas Adab dan Ilmu Budaya, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...