Tuesday, 17 April 2012

SIKLUS: Mahasiswa Labil Menuju Gelar Baru (ABABIL)

Oleh: Thoriq Tri Prabowo/10140021/IPI/IDKS A
Pergantian tahun tanpa terasa selalu berganti dengan sendirinya setiap tahunnya (bukan setiap bulan). Dan efek dari pergantian tahun itu bermacam-macam, akan sangat terasa jika pergantian tahun semacam pergantian tahun ajaran. Jika hal itu dibicarakan maka akan menjadi sebuah diskusi bermutu bagi yang mendiskusikannya. Karena pergantian tahun itu selalu ke depan dan tak pernah ke belakang. Orang-orang dengan tipe pemiikiran positif, optimis, pekerja keras dan semacam itu akan menimpali takdir pergantian waktu ini dengan sebaik mungkin, karena ia menyadari betapa berharganya waktu ketika sebuah kesempatan emas selalu mengiringinya. Lain haknya dengan orang yang tidak memiliki pemikiran tersebut, mereka memiliki kecenderungan mengunci rapat kamar kos/kontrakan/atau kamar kandung (disebut kamar kandung karena mengadopsi istilah “anak kandung” yang berarti anak yang sesungguhnya). Mereka memilih membuang waktu berharganya untuk tidur, tanpa melakukan apapun dengan kondisi sadar, tanpa pengaruh alkohol, minum-minuman keras, ataupun pengaruh soto, dan bakso.
Hal ini bukan tentang berapa harga soto, atau apa bahan pembuat bakso, bukan itu. Tetapi tentang waktu yang telah berlalu, waktu yang sedang berjalan seiring nafas kita, dan waktu yang akan datang yang selalu siap untuk kita jemput (sistem waktu antar-jemput). Mari berbicara secuil kenyataan tentang dunia perkuliahan dari kacamata mahasiswa rantauan sang penjemput waktu. Dan lingkaran setan pun bermula. Berikut merupakan siklus emosi mahasiswa labil sampai dengan tiba di semester 4.
Part I
Semester ganjil pertama masuk dunia perkuliahan bagi mahasiswa rantau bukanlah hal yang mudah. Perlu banyak penyesuaian dalam proses pengenalan lingkungan, pencarian teman, pencarian brand baru karena sangat berpotensi jika seorang mahasiswa baru mendapat predikat yang berbeda dari predikat yang sebelumnya hanya dengan pembawaan bicara yang sedikit elegan dan berwibawa. Dan masih banyak penyesuaian lainnya. Semester satu selalu diliputi rasa disiplin baik dalam perkuliahan, pergaulan, dan disiplin dalam menjaga image yang telah dibangun sejak pertama menginjakkan diri ke perguruan tinggi guna merubah brand seperti yang telah dijelaskan tadi. Nomor HP demi nomor HP dikoleksi (kolektor nomor HP bisa juga disebut numero hapeotelist: Thoriq MMdM 2012) dengan harapan tidak ketinggalan info. Dengan harapan juga sesampainya ke rumah/kost ada SMS dari Unknown number dan menanyakan tugas kuliah yang padahal sudah jelas-jelas dijelaskan secara jelas dalam perkuliahan. Fase ini terjadi sekitar satu bulan pertama, dan bulan ke-2 sampai dengan bulan ke-6 semua perkuliahan hampir berjalan lancar, dengan 100% prosentase kehadiran mahasiswa semester pertama membanggakan IPnya (Indeks Prestasi bukan Iwak Peyek). IP tersebut biasanya berkisar: 3 koma sekian-sekian. Cerita berlanju ->
Part II
Setelah beberapa menit yang lalu tersadar akan sesuatu. Saya memutuskan untuk membicarakannnya di Part II ini, sebelum para pembaca khususnya bagi yang sedang mengalami bisa lebih mempertimbangkan waktunya (bukan dengan timbangan tentunya). Semester bukanlah tolak ukur yang bisa ditanyakan dengan seenaknya bagi Mahasiswa. Dalam SD ketika seorang mengaku sedang kelas 5 SD setelah ia setahun belajar dan lulus tes semester genap, maka ia secara resmi naik ke level berikutnya yaitu kelas 6. Berbeda halnya dengan mahasiswa, seperti yang saya sebutkan tadi bahwa jumlah semester tidak bisa dijadikan patokan kapan mahasiswa tersebut akan wisuda, naik level ke selanjutnya atau semacam itu. Karena tidak bisa dipastikan mahasiswa yang sudah mengantongi semester sampai dengan semester ke-10 atau 12, atau bahkan 14 kapan mereka akan lulus dan wisuda, wallahua’lam. Semester ke-2 adalah tentang bagaimana menyadari kenyataan-kenyataan pahit-manis dunia perkuliahan, meski tak jarang yang berencana pindah jurusan, pindah perguruan tinggi, bahkan pindah dunia. Ada pula yang sudah terjerumus dalam dunia politik yang tak pernah ada ujungnya itu, karena sulit sekali membedakan mana ujung mana awalan. Tiba-tiba mereka menjadi seorang yang dramatis, peduli terhadap bangsa dan Negara, dan anehnya mereka sangat menikmatinya. Cerita berlanjut ->
Part III
Kondisi dimana banyak sekali mahasiswa hilang ingatan akan jam masuk kuliah yang mereka buat sendiri melalui input KRS (Kartu Rencana Studi bukan Kepala Rumah Sakit). Dosen selalu memberi surplus toleransi keterlambatan pada toleransi yang sebelumnya, dan parahnya mahasiswa sangat menikmatinya. Selalu ada diskusi jalur kekeluargaan saat kepentingan menjadi alasan segalanya. Mulai dar ban bocor, macet, meneberangi sungai, menguras sungai untuk diseberangi, banjir saat menguras sungai, dan alasan semacam itu. Kondisi persahabatan semakin kompak dan biasanya banyak tercipta boyband dan girlband di semester ini, yaitu lanjutan, modifikasi, tambahan atau pengurangan personel  dari semester sebelumnya. Benih-benih malas mulai bermunculan, meskipun pada 2 semster sebelumnya sudah. Cerita berlanjut ->
Part IV
Belum banyak fakta yang diketahui. Deadline adalah teman yang paling akrab pada semester ini. mahasiswa mulai menyadari sepenting apakah mereka kuliah. Ada yang bilang penting dan ada yang bilang tidak (yang penting menyadari). Gap diantara mereka mulai tidak nampak, mulai ada hubungan dengan orang asing (bukan bule, bukan alien juga). Banyak yang masih berada jalan yang benar dan banyak juga yang sudah berada di jalur orang-orang yang merugi. Kepentingan individu menjadi sebuah pembenaran, dan waktu seminggu, sebulan, atau bahkan satu semester yang disediakan untuk mengerjakan tugas disia-siakan dengan menunggu satu hari terakhir sebagai hari yang dinanti-nanti penyelamat mereka, deadline deadline dan deadline. Cerita bersambung […]
Cerita di atas terkesan sangat memaksa, akan tetapi konsisten dengan kepribadian saya. Sesuai dengan konsep saya yang telah saya bangun selama berwindu-windu sebelumnya, yaitu garing dan tidak bermutu. Semoga dapat menginspirasi dan menyemangati anda ketika anda sedang berada di tengah-tengah masalah di dunia perkuliahan. Saran yang kedua untuk menyelesaikan masalah anda adalah menepilah sedikit, entah di pinggir, belakang, depan atau mana saja. Yang penting jangan berada di tengah-tengah masalah.

2 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...