Oleh: Thoriq Tri Prabowo
Semakin lama semakin banyak saja yang berpikiran konyol.
Segalal sesuatu yang terjadi hanyalah sebuah scenario layaknya sinetron aatau
sebuah reality show. Sampai
segitunya, bahkan saya sudah tak mempercayai adanya eksistensi kebenaran di
televisi. Terlebih acara gossip dan reality show, bahkan acara favorit saya
ajang pencarian bakat di salah satu stasiun televisi swasta. Ya saya menganggap
itu hanya rekayasa semata. Mulai dari yang harus tereliminasi sampai, wacana
tiap juri dalam mengomentari sang performer.
Memang aneh sekali jika kita sudah mengetahuinya betul
rekayasa adanya tetapi masih sibuk meluangkan waktu unntuk menontonnya.
Terlebih berebut remote televisi dengan sanak saudara, mengingat televisi di
rumah hanya ada satu saja. Di sisi yang lain saya banyak menemukan kejenuhan
dengan itu semua, saya butuh penyegaran. Acara-acara yang sehat di televisi.
Tidak perlu reality show, cukup music bagi saya. Dan tentu music yang nyata,
bukan acara reality show music. (cc. Inboksss,
Duahsyar, Histeris ya?, Keliks, dan sebangsanya).
Terkadang saya lebih memilih untuk menolong teman saya
memenceti jerawat di mukanya. Meski lebih mirip korban perang di Iraq karena
mukanya penuh darah, dan penuh nanah oleh jerawat. Tetapi setidaknya saya
lumayan terhibur olehnya, ketimbang acara-acara menjemukan, acara-acara
unreality show, dan acara-acara yang bisa membuat ibu-ibu lupa akan tugasnya,
bisa dikatakan acara-acara seperti itu adalah penyebab KDRT. Sangat tragis
bukan?.
Bukan hanya ibu-ibu yang terhipnotis karenanya. Anak-anak
dibawah umur mendadak berani mengungkapkan cintanya setelah melihat drama
percintaan di siang hari mereka. Dan saat itu, tentunya banyak anak-anak yang
patah hati juga karena kisah cintanya tak semulus kisah cinta yang mereka lihat
di televisi. Beyangkan saja jika kelak hanya demi sebuah kekomersilan acara,
salah satu home production mengeluarkan film dengan alur cerita percintaan yang
lebih ekstrim. Bukan hanya anak-anak yang akan galau, tetapi para orang tua
juga karena diresahkan tingkah anak-anak yang tiba-tiba meminta ayahnya untuk
menikahkan mereka, karena ulah yang mereka lakukan. Sangat-sangat tragis.
Bukan hanya akan dikejutkan oleh tingkah ibu-ibu, dan
anak-anak. Ketika banyak dijejali dengan tangisan, dan lagu sendu terkadang
saya pun ikut terjun ke dalam lagu tersebut. Alhasil ikut galau. Namun yang
akan saya bahas disini adalah: jika seorang kakek atau nenek melihat aksi
lincah boyband dan girlband. Lalu apa yang akan terjadi pada kesehatan tulang
mereka? Ya, mendengar ketakutan saya, saya tak mampu melanjutkan ceritanya,
karena pasti akan lebih tragis ketimbang cerita-cerita sebelumnya. Tidak hanya
itu, tetapi nenek dan kakek kita akan mempelajari kosa kata baru seperti: kamseupai, cupu, cemen, lo gue end, masalah
buat lo?, dll.
Jika semua anggota keluarga sudah terjangkit virus itu lalu
siapa yang akan merawat mereka dari sakitnya itu?. Mulai dari ibu-ibu yang lupa
tugasnya, anak-anak yang berkembang tak sesuai dengan umurnya, dan kakek-nenek
yang membeli banyak susu kalsium guna membantu kesehatan tulang mereka berlatih
koreografi. Satu yang tersisa yaitu, ayah. Namun jika diteliti lebih lanjut
ayah sedang terbang melaawn monster naga dengan rajawali saktinya. Wow, sakit
semua!.
Ketika semua sudah terlanjur seperti ini hanya satu yang
dapat menyelamatkan mereka dari sakit yang mereka derita. Tayangan televisi
yang tak akan tayang tanpa adanya aliran listrik. Mungkin lebih baik jika petugas
listrik secara diam-diam memutuskan aliran listrik ketika sekeluarga tengah
dibius tayangan yang tidak sehat itu. Namun apalah daya jika petugas listrik
ternyata menggunakan listriknya untuk menyerang musuh-musuh di padepokan yang
lain karena berebut pusaka (lihat sinema laga). Ya, itu sedikit kejenuhan saya
yang mampu saya bagi, saya harap anda bisa merasakan sedikit rasa itu. Salam
jenuh tingkat akhir.
Lucu haha,.. :P
ReplyDeleteLucu? Tertawa sama melet dikenai roaming, bayar bayar haha..
Delete