Oleh: Thoriq Tri Prabowo
Semua hal yang sifatnya terencana memang akan lebih baik
jika dipersiapkan jauh sebelum acara inti dimulai. Tak lupa di era ini jejaring
sosial selalu menemani. Dalam rangka apapun, dalam acara apapun jejaring sosial
selalu menjadi sebuah media vital. Masalah dokumentasi, sekertaris, dan lainnya
akan lebih update jika kita pantau salah satu jejaring sosial yang sangat tenar
di era ini. sebut saja facebook.
Kembali ke cerita di atas. Merencanakan sesuatu dengan lawan
bicara facebook sebenarnya bukan kegiatan yang cukup baik. Semua selalu menjadi
tidak surprise, dan sangat biasa. Contoh saja: “Sssttt! Hari ini aku mau bikin surprise ulang tahun buat pacaraku!”
dan apa yang terjadi jika pihak bersangkutan membaca status facebook tersebut?
Ya, anda benar. Sangat garing tentunya (paduan suara jangkrik).
Contoh diatas merupakan sebagian alasan mengapa saya tidak
menjadikan facebook sebagai tempat mengadu saya. (bukan, bukan pleg seperti
contoh yang di atas!). Saya selalu membayangkan facebook sebagai seorang
psikolog, yang setiap hari menampung banyak cerita galau. Namun sayangnya
psikolog itu hanya diam dan menunjuk orang tak dikenal untuk mengomentari atau
bahkan menyukai keluhannynya yang
tertuang dalam status di dunia maya, konyol sekali bukan? Ya, anda tepat wacana
saya garing.
Beranjak ke alasan saya berikutnya. Oh ya, pasti anda
mengira jika saya anti jejaring sosial? Tidak, anda salah kali ini. (padahal
tidak ada yang menjawab pertanyaan tersebut). Saya memanfaatkan jejaring sosial
untuk beberapa hal yang dapat menunjang karir saya (saya bukan wanita karir).
Terkadang urusan tugas kuliah saya, atau mungkin untuk iseng promosi blog
garing saya (hore, tepuk tangan).
Apakah wacana saya kali ini berlebihan? Bahkan saya tidak
mengetahui wacana yang proporsional tentang jejaring sosial. Apakah memang
benar hakikat diciptakannya facebook oleh penciptanya hanya sekadar untuk
narsis? Entahlah, dan saya juga tidak terlalu peduli perihal tersebut. Saya
lebih suka menganggapnya sebagai peristiwa alam yang memang terjadi begitu
saja, dan tentu merupakan perbuatan Tuhan yang pasti akan ada hikmahnya di
akhir episode.
Lalu apa lagi yang seharusnya saya tuliskan? Saya juga
kurang mengetahui perihall tersebut, namun saya mempunyai mitos tersendiri.
Jika tulisan saya belum lengkap satu halaman, maka haram bagi saya sendiri
untuk berhenti mengetik, meski ada beberapa detik saya sempat menghentikan
permainan jari saya ketika mencari beberapa huruf yang hileng ketika kejenuhan
mulai menyerang. Huruf “V” seringkali hilang di waktu itu.
Lalu apa sebenarnya korelasi antara cerita saya dan masalah
perihal jejaring sosial yang kerap saya bicarakan di beberapa postingan saya?
Entahlah, saya juga kurang memahaminya. Keahlian saya yang tak dimiliki orang
lain adalah di hal tersebut. Yaitu perihal tidak mempunyai keahlian. Keahlian
macam apa itu? Semacam tidak mampu berbuat apa-aoa yang teramat sangat sehingga
tidak ada yang bisa menandingi “itu”nya.
Sebenarnya apa? Apa? Dan apa? Mengapa harus demikian?
Sesuatu yang telah orang kerjakan selalu harus dipertanyakan, apakah itu hakl
yang wajar? Kembali ke pertanyaan saya yang aneh itu. Inilah keahlian saya,
membuat orang bingung dengan setiap kata-kata sakti nan garing saya. Sebuah
omong kosong yang dikemas dengan tampilan bombastis.
Jika anda bertanya apa hubungan antara paragraf yang
relative di awal dan paragraf tengah sampaui terakhir? Maka saya sarankan untuk
tidak banyak bertanya. Ya itu jawabannya! Haha.
Konyol, tragis, dan sangat menyedihkan..
ReplyDeleteYa anda baru saja menyebutkan kriteria tulisan saya, terimakasih, haha..
Delete