Tuesday, 5 June 2012

Mengapa Harus Demikian?

Oleh: Thoriq Tri Prabowo
Semua hal yang sifatnya terencana memang akan lebih baik jika dipersiapkan jauh sebelum acara inti dimulai. Tak lupa di era ini jejaring sosial selalu menemani. Dalam rangka apapun, dalam acara apapun jejaring sosial selalu menjadi sebuah media vital. Masalah dokumentasi, sekertaris, dan lainnya akan lebih update jika kita pantau salah satu jejaring sosial yang sangat tenar di era ini. sebut saja facebook.
Kembali ke cerita di atas. Merencanakan sesuatu dengan lawan bicara facebook sebenarnya bukan kegiatan yang cukup baik. Semua selalu menjadi tidak surprise, dan sangat biasa. Contoh saja: “Sssttt! Hari ini aku mau bikin surprise ulang tahun buat pacaraku!” dan apa yang terjadi jika pihak bersangkutan membaca status facebook tersebut? Ya, anda benar. Sangat garing tentunya (paduan suara jangkrik).
Contoh diatas merupakan sebagian alasan mengapa saya tidak menjadikan facebook sebagai tempat mengadu saya. (bukan, bukan pleg seperti contoh yang di atas!). Saya selalu membayangkan facebook sebagai seorang psikolog, yang setiap hari menampung banyak cerita galau. Namun sayangnya psikolog itu hanya diam dan menunjuk orang tak dikenal untuk mengomentari atau bahkan menyukai  keluhannynya yang tertuang dalam status di dunia maya, konyol sekali bukan? Ya, anda tepat wacana saya garing.
Beranjak ke alasan saya berikutnya. Oh ya, pasti anda mengira jika saya anti jejaring sosial? Tidak, anda salah kali ini. (padahal tidak ada yang menjawab pertanyaan tersebut). Saya memanfaatkan jejaring sosial untuk beberapa hal yang dapat menunjang karir saya (saya bukan wanita karir). Terkadang urusan tugas kuliah saya, atau mungkin untuk iseng promosi blog garing saya (hore, tepuk tangan).
Apakah wacana saya kali ini berlebihan? Bahkan saya tidak mengetahui wacana yang proporsional tentang jejaring sosial. Apakah memang benar hakikat diciptakannya facebook oleh penciptanya hanya sekadar untuk narsis? Entahlah, dan saya juga tidak terlalu peduli perihal tersebut. Saya lebih suka menganggapnya sebagai peristiwa alam yang memang terjadi begitu saja, dan tentu merupakan perbuatan Tuhan yang pasti akan ada hikmahnya di akhir episode.
Lalu apa lagi yang seharusnya saya tuliskan? Saya juga kurang mengetahui perihall tersebut, namun saya mempunyai mitos tersendiri. Jika tulisan saya belum lengkap satu halaman, maka haram bagi saya sendiri untuk berhenti mengetik, meski ada beberapa detik saya sempat menghentikan permainan jari saya ketika mencari beberapa huruf yang hileng ketika kejenuhan mulai menyerang. Huruf “V” seringkali hilang di waktu itu.

Lalu apa sebenarnya korelasi antara cerita saya dan masalah perihal jejaring sosial yang kerap saya bicarakan di beberapa postingan saya? Entahlah, saya juga kurang memahaminya. Keahlian saya yang tak dimiliki orang lain adalah di hal tersebut. Yaitu perihal tidak mempunyai keahlian. Keahlian macam apa itu? Semacam tidak mampu berbuat apa-aoa yang teramat sangat sehingga tidak ada yang bisa menandingi “itu”nya.
Sebenarnya apa? Apa? Dan apa? Mengapa harus demikian? Sesuatu yang telah orang kerjakan selalu harus dipertanyakan, apakah itu hakl yang wajar? Kembali ke pertanyaan saya yang aneh itu. Inilah keahlian saya, membuat orang bingung dengan setiap kata-kata sakti nan garing saya. Sebuah omong kosong yang dikemas dengan tampilan bombastis.
Jika anda bertanya apa hubungan antara paragraf yang relative di awal dan paragraf tengah sampaui terakhir? Maka saya sarankan untuk tidak banyak bertanya. Ya itu jawabannya! Haha.

2 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...